Entri Populer

Minggu, 07 Oktober 2012

Kisah Nyata - Kisah Pilu Bapak Tua Penjual Amplop yang menjajakan barang dagangannya yang tak laku-laku

Posted by Armhando Togatorov On 0 komentar
Sebuah kisah Nyata yang menarik dan insipratif  tentang seorang Bapak Tua Penjual Amplop yang menjajakan barang dagangannya yang tak laku-laku dan kisah gadis gadis kecil penjual koran


Carilah Alasan untuk Membeli Barang Dari Pedagang yang Membutuhkan Bantuan

 Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang bapak tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun bapak itu tetap menjual amplop. Mungkin bapak itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran bapak tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat bapak tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu bapak itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri bapak tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkusan plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi bapak tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.
Bapak itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Bapak itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Bapak cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si bapak tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, bapak tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat bapak tua itu untuk membeli makan siang. Si bapak tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di fesbuk yang bunyinya begini: “bapak-bapak tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”.

Si bapak tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.

Dalam pandangan saya bapak tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si bapak tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.
Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si bapak tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si bapak tua.

Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si bapak tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.
Sampai tulisan ini kami re-blog, sudah banyak komentar bermunculan yang menyatakan haru, simpati kepada pak tua penjual amplop, dan juga menanyakan bagaimana caranya untuk menyampaikan sedekah kepada bapak tua tersebut. Bagi yang tinggal di kota Bandung dapat langsung menuju Masjid Salman ITB pada hari Jumat waktu sholat Jumat. Bagi yang tinggal di kota lain dapat menyalurkan sedekah melalui LKN PKPU (http://www.pkpu.or.id)dengan menghubungi Bapak Syailendra di: 081519100041 (Spv. Zakat Retail PKPU).Semoga tulisan ini dapat menginspirasi kita semua untuk semakin rajin berbagi kebaikan kepada sesama


Kisah ini diambil dari blog Rinaldi Munir (http://rinaldimunir.wordpress.com) Beliau adalah seorang dosen di ITB, Bandung.


Carilah Alasan untuk Membeli Barang Dari Pedagang yang Membutuhkan Bantuan part 2

Seorang sahabat BII bercerita bahwa dirinya selalu menyempatkan untuk membeli koran (yang sebenarnya tidak dibutuhkannya) dari gadis-gadis kecil penjaja yang berjualan di perempatan lampu merah suatu kawasan elit bilangan Jakarta. Sebut saja sahabat BII ini dengan nama Ade,  hatinya miris saat pertama kali menyadari pemandangan yang sangat kontras di kawasan elit itu.

Ade yang ketika itu baru keluar dari mall mewah di kawasan tersebut tiba-tiba terenyuh saat mobilnya melewati perempatan lampu merah. Pada saat itu sudah pukul 9 malam hari, namun ia menyaksikan anak-anak masih bertebaran di perempatan menjajakan eksemplar koran yang belum laku. Sangat menyedihkan karena sebagian besar mereka adalah anak perempuan dan yang membuat hatinya semakin pilu adalah mereka masih sangat kecil sekali. Ada yang terlihat seperti baru berumur 4-5 tahun.

Sejak saat itulah jika Ade melewati kawasan tersebut, terutama di malam hari, ia akan menyempatkan diri untuk membeli koran dari gadis-gadis kecil disitu. Jumlah eksemplar koran yang dibeli tergantung jumlah uang yang tersedia di dompetnya. Jika di dalam dompet terdapat Rp.20.000, maka ia akan membeli sekitar 6 koran (1 koran @Rp.3000). Jika di dompet terdapat Rp.50.000 maka ia akan membeli 16 koran. Pernah pada suatu saat ia memborong hampir 30 koran, tak terasa air matanya meneteskan haru saat menyaksikan kegembiraan luar biasa yang terpancar dari gadis-gadis kecil yang tak henti-hentinya berucap terimakasih.

“Saya hanya ingin membantu menghabiskan stok koran mereka, supaya mereka bisa segera pulang dan tidak berlama-lama di jalanan. Mereka itu berjualan koran sehabis pulang sekolah, kapan mereka punya waktu untuk belajar atau ngerjain PR kalau berjualan terus sampai larut malam? Jalanan di malam hari bukanlah tempat yang aman bagi gadis-gadis kecil seperti mereka. Saya sedih menemukan semakin banyak anak perempuan dibawah umur yang terpaksa bekerja turun ke jalanan ” ujarnya.

“Bagi saya, uang sejumlah Rp.20.000 – Rp.50.000 cukup untuk satu kali makan siang di restoran fastfood atau sekedar ngopi-ngopi mengejar lifesytle. Tetapi ketika saya menghabiskan Rp.20.000 – Rp.50.000 untuk membeli koran yg sejujurnya tidak saya butuhkan, justru jauh lebih membahagiakan diri saya. Karena saya meyakini Rp.50.000 yang saya keluarkan untuk membeli tumpukan koran itu dapat membantu mereka selesai berjualan lebih cepat sehingga mereka punya waktu untuk belajar dan bermain, yang sesungguhnya sangat mereka butuhkan.” tambahnya lagi.

Kalau ada 100 orang di Jakarta yang setiap harinya melakukan tindakan seperti yang dilakukan oleh Ade, maka ada 100 anak jalanan yang terbantu. Kalau ada 1.000 orang tiap harinya bebuat kebaikan seperti itu, maka ada 1.000 anak jalanan yang terbantu. Mari bayangkan, kalau tiap harinya ada 10.000 orang penduduk Jakarta yang berbuat kebaikan seperti itu? Mungkin saja tidak akan ada lagi anak-anak di bawah umur yang berkeliaran di jalan, karena jumlah anak jalanan diperkirakan lebih kurang  7.000-an anak di Jakarta pada tahun Aghustus 2011.

Nah, Sahabat BII yang dermawan, mari yuk kita meluaskan pandangan. Lihatlah sekeliling dengan menajamkan nurani. Banyak sekali orang-orang yang kurang bernasib baik di sekeliling kita. Tetapi percayalah, Tuhan memberikan bermacam-macam cara yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka. Karena yang tak kalah pentingnya adalah, seberapa besar kita peduli, dan juga seberapa besar kita berkeinginan untuk membantu mereka.

Itulah Kisah Nyata Bapak Tua Penjual Amplop dan kisah gadis gadis kecil penjual koran,
Semoga Menghibur dan Bermanfaat,
Di Poskan Oleh : www.armhando.com .
Berita Aneh,Unik,Lucu,Hot Terbaik dan Terbaru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar