Entri Populer

Kamis, 01 November 2012

Rahasia Kekuatan Shalat Dhuha

Rahasia kekuatan shalat dhuha
A
llah SWT setiap kali memerintahkan ibadah terhadap hambanya,tentu selalu mengandung manfaat yang luar biasa.Terlebih bagi manusia, sebagai pelaku utama yang di muliakan Allah SWT,dibanding hamba yang lainnya.Sayangnya, rahasia dibalik ibadah tersebut tidak banyak disadari setiap muslim. Kecuali hanya sebagian kecil orang.Karena kedekatan dan ketundukan hatinya kepada Allah SWT. Yang dapat mengetahui dan merasakan manfaat dari ibadah tersebut.Dan memang di antara kita (manusia) ini hanya diberi sedikit penetahuan tentang manfaat dari ibadah itu,terutama pahala yang berlipat ganda bagi yang mengamalkannya.
            Untuk mengetahui manfaat dari suatu ibadah, manusia diperintahkan untuk melaukan kajian atau penelaahan yang mendalam tentang kebaikan-kebaikan tentang ibadah tersebut bagi diri dan orang lain maupan lingkungannya. Di antara yang masih sedikit yang di ungkap dan ditelaah di balik perintah ibadah tersebut adalah, kekuatan ibadah sha;at dhuha. Di antaranya, dari segi amalan sunah yang dilakukan secara rutin dan ajeg dapat berimplikasi terhadap ketenangan jiwa bagi pengamal maupun kemudahan di dalam berusaha.
            Ibadah shalat dhuha meskipun berstatus sunah,tetepi memiliki waktu khusus. Apabila dilakukan secara ajeg dan ikhlas,insya Allah akan memberikan kemudahan dalam berusaha dan mendatangkan rejeki, baik secara langsung maupun tidak langsung (tidak disangka-sangka).
Hakikat shalat dhuha
S
halat dhuha sesungguhnya tak berbeda dengan shalat-shalat lainnya,terutama shalat wajib yang lima waktu,esensi shalat lepas pagi menjelang siang ini juga tidak berbeda dengan shalat lainnya.Esensi tersebut dijelaskan syeh musthofa masyhur dalam bukunya “Berjumpa Allah Lewat Shalat”, menunjuk shalat sebagai tiang penyangga yan sekaligus siri islam dan jugapembeda antara si kafir dan si muslim.” Shalat merupakan syarat tercapainya keselamatan dan penyangga iman seseorang. Ia juga sebagai penghubung antara hamba dan Rabb-Nya. Shalat adalah penyejuk mata dan pelipur hati.
            Lebih jauh Syekh Musthofa Masyhur menyatakan, bahwa shalat pada hakikatnya merupakan sarana terbaik untuk mendidik jiwa dan memperbaharui semangat dan sekaligus sebagai penyucian akhlq. “Shalat itu membersihkan jiwa dan menyucikan sifat buruk, khususnya sifat-sifat yang dapat mengalahkan cara hidu[ materialistis, sehingga menjadikan dunia itu lebih penting dari segala-galanya, mengkomersilkan ilmu mereka dan mencampakan rohaniahnya.”
            Pengalaman empierik dalam hal shalat yang dilakukan dengan ikhlas ini pernah di urai pimpinan sekaligus pengurus ponpes Al-Muslimun, Jember, KH Mujamil Hasba.Dalam suatu kesempatan diskusi kecil dengan penulis, Kyai yang otodidak dan penemu sekaligus perkit teropong bintang dari peralatan pelastik (paralon) rongsokan ini mengatakan, bahwa shalat yang di perintahkan Allah SWT sebagai pencegah perbuatan keji dan mungkar itu hendaknya dilakukan dengan ikhlas. Bukan karena terpaksa atau sekedar menggugurkan kewajiban.
            Ia memprihatinkan terhadap orang yang shalat ( entah dengan sungguh-sungguh atau dengan pura-pura ), tapi dalam perilaku kesehariannya masih beum mencerminkan sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT tersebut. Tanda-tanda seorang yang taat melakukan shalat itu, kata Mujamil, tergambar pada warna aura yang terpancar dari tubuhnya yang tampak bersinar putih kebiru-biruan. Sebaliknya, bagi mereka yang shalatnya tidak ikhlas, warna auranya kehitam-hitaman.
            Perihal shalat dhuha, kini yang selalu tampil bersahaja ini menjelaskan, bahwa pada hakikatnya tidak ada perbedaan dengan shalat-shalat lain. Hanya saja, bahwa setiap anjuran maupun larangan yang diberikan Allah SWT kepada hambanya termasuk shalat dhuha di dalamnya, bisa dipastikan ada rahasia Allah SWT yang sangat berharga pada hambanya. Hanya saja, pegetahuan yang ada pada manusia tentang itu sangat terbatas.
            Seakan mempertegas uraian KH Mujamil Hasba, Prof.T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam bukunya “Pedoman Shalat”  menjelaskan esensi Shalat  (shalat apa pun, wwjib atau sunah) itu bahwa selain ikhlas juga khusyuk. “ikhlas dan khusyuk adalah merupakan jiwa shalat.”
            Adapun mendirikan shalat itu ialah, mewujudkan jiwa shalat dan hakikatnya dalam rupa tubuh yang lahir. Karena itu, wajib bagi kita mewujudkan kekhusyukan yang menjadi jiwa shalat itu sebagai mana kewajiban kita melaksanakan shalat  yang lahir dengan sebaik-baiknya. “kedudukan khusyuk dan ikhlas dalam shalat adalah stamsil  kedudukan ruh (jiwa) dalam sesuatu tubuh”
            Lebih jauh Hasbi Ash-shiddieqy menjelaskan,amalan badan seperti tenang,sedang amalan hati sama dengan takut. Sehingga menurut pentahqiqan, “ khusyuk ini adalah amalan hati,yakni suatu keadaan (kelakuan) yang mempengaruhi jiwa, lahir membekas pada angggota seperti tenag dan menundukan diri.”
            Dalam hal ini Ia mengutip hadis Nabi Saw yang si riwayatkan Al-Hakim,At-Turmudzi dari Abu Hurairah sebagaimana di sebutkan dalam “Al-Jamius Shaaghier” Jilid II, halaman 108, yang berbunyi : “Laukhosya’a qalbu haadzarrajuli lakhosya’at jawaarihuhu” (sekiranya khusyuk hati jiwa orang ini,tentulah khusyuk segala anggotanya). Tegasnya, bahwa khusyuk itu ialah, “Al ikhtibaatu watathaamunulqalbi waljawaarihi lillahi ta’aalaa” (tunduk dan tawadlu serta berketenangan hati dan segala anggota tubuh kepada Allah SWT).
            Bahkan khusyuk dalam shalat itu, merupakan wajib. Karena syarat syahnya shalat adalah khusyuk. Bukan yang disunnahkan seperti dikatakan sebagian orang. Dalil yang menunjuk pada yang demikian itu, antara lain : “Wa aqimish shalaata lidzikrii” (artinya : “Dirikanlah olehmu akan shalat untuk mengingatkan daku” Q.S>20 Thaha : 14)
            Perintah khusyuk dalam shalat ini tegas sekali. Kebalikannya adalah, lalai. Sehingga, orang yang lalai dalam shalat tentulah ia tidak akan mengingat akan kehadiran atau perjumpaan dengan Allah. Orang yang lalai atau yang ingatannya penuh dengan berbagai macam aktivitas lain, bisa dipastikan ia tidak mengetahui apa yang di ucapkan.
            Saking pentingnya khusyuk dalam shalat ini, para ulama salaf seperti Ats-Tsaury dalam syarah Ihya’ 2 : 115, sebagai mana sikutip Hasby Ash-Shiddieqy (pedoman shalat, halaman 83) menyebut, “Manlam yahsya’ fasadat shalatuhu”  ( Barang siapa yang tidak khusyu dalam shalatnya, maka rusaklah shalatnya). Demikianlah halnya Al-Hasan Al-Bishry menyebutnya, “Kullu shalaatin laayadhuru fiihaalqalbufahua ilaal’uquubati asra’u” (Tiap-tiap shalat yang tidak hadir hati di dalamnya, maka orang yang bershalat itu lebih cepat memperoleh siksa).
            Itu sebabnya, bila esensi setiap shalat, baik wajib maupun sunnah seperti itu, maka tidak ada bedanya esensi antara shalat dhuhadengan shalat-shalat lainnya. Itulah sebabnya, untuk memahaminya lebih jauh, ada baiknya kita membedah seputar shalat dhuha ini.
            Dalam banyak buku fikih,ketika membahas tentang shalat dhuha, para ulama acap menunjuk keutamaan-keutamaan bagi orang yang mengamalkannya. Slalah satunya, seperti dikutip oleh Imam Abu Zakaria Yahya Bin Syaraf Annawawy dalam kitabnya “Riadhus Shalihin” Jilid II yang di alih bahasakanoleh ustadz H. Salim Bahreisj, cetakan ke-10, Al- Ma’Arif, empat hadis tentang keutamaan shalat dhuha dari hadis yang si riwayatkan Bukhari-Muslim dan Muslim, misalnya seperti :
1)      “An Abi Hurairah r.a qaala : aushaani khaliili Saw bishiyaami tsalatsati ayyaamin minkulli syahrin warak’atidhdhuha waan utira qalba an arqud” (Dari Abu Hurairah r.a berkata : Kekasihku Rasulullah Saw berpesan kepada saya supaya berpuasa tiga hari setiap bulan, dan shalat dua rekaat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur) Hadis riwayat Bukhari-Muslim.
2)      Dari Abu Dzar r.a berkata : Bersabda Rasulullah Saw. : Pada tiap pagi ada kewajiban tiap-tiap persendian bersedekah. Dan tiap tasbih, itu sedekah, dan tiap tahlil (Laa Ilaaha Illallaah) sedekah, dan tiap tahmid itu sedekah, dan tiap takbir itu sedekah, dan menanjurkan kebaikan itu sedekah,dan cukup menggantikan semua itu sua rekaat sunnat dhuha. H.R. Muslim.
Lebih jauh Imam Abu Zakaria Yahya bin syaraf Annawawy menjelaskan, bahwa di dalam tubuh orang itu ada tiga ratus enam puluh ruas (rosrosan) dan sedekah untuk tiap ruas itu diharuskan, dan sedekah ialah tiap amal perbuatan yang berupa bantuan dan pertolongankepada manusia dalam berbagai bentuk dan cara dengan uang, nasihat, dan sebagainya.
3)      Dari Aisyah r.a. : Adalah Rasulullah Saw. Shalat dhuha empat rakaat dan kadang-kadang melebihi dari itu sekehendaknya. H.R. Muslim.
4)      Dari Umi Hani’ (Fakhitah) binti Abi Tholib r.a. berkata : Ketika tahun Fatah (yaitu ketika pengambilan kembali kekuasaan Kota Makkah) saya pergi akan menemui Rasullulah Saw. Mendadak saya menjumpainya sedang mandi, dan ketika selesai mandi ia shalat dhuha delapan rekaat. H.R. Bukhari – Muslim.
            Prof. Dr. H. Imam Muchlas, MA, dosen pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya menjelaskan, bahwa dalam amalan ibadah shalat ini Nabi Muhammad Saw dalam setiap harinya mengamalkan shalat wajib dan shalat-shalat sunnah lainnya yang kalau di total jumlah rekaatnya mencapai 58 sampai 60 rekaat.
            Jumlah rekaat itu mencapai 17 rakaat shalat wajib lima waktu, 13 rakaat shalat malam ( 11 rakaat shalat tahajjud 2 rakaat bakda wudlu ), 18 atau 20 rakaat shalat sunnah rawatib dan 8 rakaat dhuha.
            “ Itu belum termasuk shalat-shalat sunah lainnya yang terkadang di lakukan Nabi Muhammad Saw semisal shalat tasbih,” ungkap Imam Muchlas yang kini aktif sebagai Pembina Bidang Tarjih dan Tabligh Pengurus Wilayah Muhamadiah Jawa Timurdan pernah di minta oleh Prof. Dr. Mohammad Sholeh untuk menjadi dosen pembimbing dalam menyelesaikan disertasi tentang “ Shalat Tahajjud.”
            Menurut imam muchlas, bahwa esensi dari amal ibadah shalat itu besar sekali hikmahnya dan diri sang pelaku maupun bagi orang lain dan lingkungan sekitarnya. Artinya, bahwa seseorang yang mendirikan shalatsengan benar dan mau meresapi maknanya, tentu saja segala gerak gerik perilakunya setiap hari akan selalu terkontrol dan tidak mudah sembarangan melanggar rambu-rambu yang di larang agama. “Perilaku yang demikian ini merupakan esensi dari perintah mendirikan shalat.”
            Mengenai shalat dhuha, Imam Muchlas menyebut, tidak berbeda jauh dengan shalat sunnah lainnya. Kendati di dalam al-Qur’an disebut tidak sebanyak shalat sunah tahajud (qiyamul laili), namun nama dhuha ini di abadikan Allah SWT pada surat ke-93 (adh-dhuha).
            Kebiasaan ayat atau awal surat yang didahului dengan kalimat  “wau qhasam” yang bermakna “sumpah demi Allah SWT” itu, sebagian mufassirin menafsiri ada rahasia Allah si balik yang di perintahkan kepada manusia. Hanya saja, karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan manusia, sehingga sedikit sekali yang mampu menangkap rahasia Allah itu.

Tantangan dalam Mengamalkan
K
eutamaan berikut kekuatan dan kedahsyatan shalat dhuha bila mau mengamalkannya secara rutin, sesungguhnya sudah si akui banyak kalangan. Akan tetapi, ternyata masih sedikit di antara kita yang bersedia meluangkan waktu sejenak untuk secara rutin menjalankannya, kendati banyak bermanfaat dan kehebatan yang di luar nalar sehat manusia. Problemnya adalah, karena sebegitu besarnya hambatan dan halangan yang di buat oleh setan dan iblis yang memang memahami akan manfaat besar dan kehebatan dari shalat dhuha.
            Dibanding shalat tahajjud, sejatinya pengamalan shalat dhuha jauh lebih mudah dan ringan, terutama dari sisi tantangan waktu dan kesempatan. Waktu dan kesempatan mengamalkan shalat tahajjud memang cukup berat, dilakukan pada sepertiga malam yang laximnya merupakan waktu kebanyakan orang tidur pulas. Sedang waktu dan kesempatan pada shalat dhuha relatif lebih ringan. Suasana kantuk dan lelah akibat kecapaian seharian bekerja di siang hari sudah sirna setelah istirahat tidur cukup pada malam hari. Sehingga, sepertinya kurang cukup alasan untuk tidak mengamalkan shalat dhuha.
            Memang, pelan tapi pasti, setan dan iblis laknatullah itu selalu berusaha semaksimal mungkin memperdayai manusia, agar melalaikan ibadah sunnah shalat dhuha yang satu ini. Tampaknya, usah setan dan iblis di masa sekarang sudah menampakan hasil. Orang lebih membudayakan joging atau senam pagi, jalan sehat, sepeda sehat dan segala macam olahraga pagi hari.
            Dalilnya memang sangat nalar, karena udara oagi sehat bagi tubuh manusia. Sedang matahari ketika naik sepanggalah (dhuha) juga mengandun sinar UV yang sangat bermanfaat bagi kesehatan jasmani. Sehingga, karena  waktu senam atau olahraga pagi yang semacam itu beriringan dengan jam-jam kantor (baik pemerintah maupun swasta), maka ibadah shalat dhuha bida menjadi kurang begitu penting di banding senam pagi atau olahraga pagi itu.
            Adalah ideal sekali, sekiranya bisa memadukan sekaligus membudayakan di masyarakat antara olahraga pagi yang sngat bermanfaat bagi kesehatan jasmani sengan olahraga batiniah shalat dhuha yang sangat berguna bagi kesehatan rohani. Artinya, olahraga pagi dapat di jalankan, melaksanakan shalat dhuha tidak sampai di nafikan.
            Sejatinya, bisa saja dicermati dengan seksama bahwa di dalam gerak-gerak shalat itu (dari takbiratul ihram sampai salam) sudah terkandung di dalamnya  gerakan olahraga. Dengan catatan, dalam setiap gerakan di lakukan dengan semprna dan tumaknina (tidak tergesa-gesa dan berurutan), serta tentunya di barengi dengan ikhlas dan khusyuk. Sehingga gerakan kejernihan jiwa dan gerakan jasmaniah menyatu.
            Coba perhatikan sekaligus bandingkan, bila olahraga pagi membutuhkan gerakan-gerakan selama 30 menit, kemudian gerakan shalat dhuha 8 sampai 12 rekaat (sudah termasuk wirid dan do’a didalamnya) juga membutuhkan waktu kurang lebuh selama 30  menit, maka secara lahiriah nilainya akan sama masing-masing 30 menit. Tapi secara batiniah, gerakan shalat dhuha memiliki manfaat ganda, geerakan olahraga fisik sekaligus gerakan batiniyah/ rohani yang (insya Allah) dijamin mendapat pahala surga.
            Soal jaminan syurga ini bisa di simak sabda rasulullah Saw : “ Man sholladh dhuha istnata ‘asyrota rak’atan banallahulahuqasran fil janati” (barabng siapa mengerjakan shalat dhuha sebanyak duabelas rakaat, maka Allah SWT akan membangun gedung baginya di surga.    
            Memang, shalat dhuha tergolong amalan sunnah, bila di amalkan mendapat ganjaran pahala tidak di amalkan tidak berdosa. Kendati demikian, alangkah sayangnya bila di antara kita bersusah payah (bahkan secara rutin) meluangkan waktu dan kesempatan bisa berolahraga pagi, akan tetapi enggan untuk mengamalkan shalat dhuha.

Landasan ibadah

1.      Hadis nabi yang di riwayatkan oleh bukhori-Mislim yang bersumber dari Abu Hurairah r.a., ia berkata “ telah berwasiat kepadaku orang yang dikasihi (yaitu) Rasulullah Saw dengan wasiat tiga perkara : berpuasa tiga hari pada tiap bulan, shalat dhuha dua rekaat,dan di anjurkan supaya shalat witir sebelum tidur.
2.      Hadis nabi yang diriwayatkan oleh Zaid bin Arkam r.a. : “ sesungguhnya aku melihat orang-orang shalat dhuha, maka ia berkata : Ingatlah, sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa shalat itu di lain saat ini lebih utama. Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : Shalat dhuha itu _shalatul awabin _ shalat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu oada waktu anak-anak unta mulai bangun karena panas tempat berbaringnya.
Adapun mengenai jumlah rekaatnya , paling sedikit 2 rekaat dan paling banyak 12 rekaat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw : ” barang siapa mengerjakan shalat dhuha sebanyak duabelas rekaat, Maka Allah akan membangunkan gedung baginya di surga.

Dhuha, Kesehatan, dan Kemudahan Rezki
K
eterkaitan ibadah shalat dhuha dengan di (mudahkannya) mendapatkan. rizki,sejatinya sudah banyak di yakini banyak orang. Tapi agaknya, masih sedikit yang mencermatinya dari tinjauan medis kesehatan. Padahal, jika dilihat dari pelaksanaan waktu shalat dhuha yang di mulai sejak matahari naik sepenggalah sampaimatahari tergelincir menjelang waktu dzuhur, maka hal itu baik sekali bagi kesehatan badan.
Menurut penelitian para pakar kesehatan, bahwa sinar matahari pagi hingga menjelang siang itu terkandung sinar UV ( ultraviolet ) yang manfaatnya berguna sekali bagi kesehatan otot-otot dan tulang manusia. Itulah sebabnya, kemudian banyak orang yang berminat dengan senam atau olahraga di pagi hari sampai menjelang siang tersebut. Bahkan sekarang, di beberapa instansi (pemerintah maupun swasta) dan perkumpulan masyarakat yang berkeranjingan membudayakan senam dan olahraga pagi itu.
            Dari sini pula, lalu berkembang pertanyaan: apa kaitan shalat dhuha dengan olahraga pagi? Apakan shalat dhuha yang di olahragakan atau sebaliknya olahraga yang di dhuha kan? Kemudian bagaimana dengan kemudahan mendapatkan rizkisebagai implikasi dari amalan shalat dhuha itu?
            Sejauh ini, bahwa penelitian terhadap amalan shalat dhuha yang berimplikasi bagi kesehatan tubuh manusia memang belum di temukan penelitian ilmiah sedetail dalam penelitian shalat tahajud. Penelitian ilmiah dalam shalat tahajud sebagai mana di laki=ukan oleh dosen Fakultas Tarbiyah IAIN sunan ampel surabaya Prof.Dr. Mmohhamad sholeh yang kemudian di yakini mampu mengobati atau mengurangidari bahaya berbagai penyakit, terutama kanker, memang sudah teruji secara ilmiah.
            Tetapi, Prof.Dr.H. Imam Muchlas, MA yang pernah di minta untuk menjadi pembimbing tesis oleh Prof.Dr. Mohhamad sholeh meyakini, bahwa amalan shalat dhuha (termasuk shalat-shalat lain) tentu memiliki rahasia masing-masing yang di berikan oleh Alloh SWT kepada setiap hambanya yang setia mengamalkannya.
            Bila dicermati hadis riwayat Muslim di atas yang menyebut, bahwa shalat dhuha ( shalatul awwabin) adalah, shalat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena mulai panas tempat berbaringnya, sementara menurut Imam muchlas, mengandung rahasia Allah SWT yang patut ditaati oleh manusia.
            Mengapa sampai di sebut “ setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja”? Karena, kata Imam Muchlas, pada waktu dhuha itu walaupun kelihatanya sepele, tapi kenyataan yang terjadi memang merupakan waktunya orang sibuk bekerjasesuai dengan bidangnya masing-masn-ing. Namun, katanya lagi, kalau di antara kita sadar dan bersedia meluangkan sebagian saja sekitar sedikitnya 10 menit sampai lamanya 30 menit untuk melaksanakan shalat dhuha, tentu sangatlah bisa.
            Ia kemudian membanding-banding dengan aktivitas senam dan olahraga pagi yang sekalipun setengah di paksa bisa dilaksanakan, mengapa dengan shalat dhuha yang sudah dijamin banyak manfaatnya, (termasuk di jamin oleh Allah SWT akan membangunkan gedung di surga nanti), masih tidak mau mengamalkannya?” kalau bisa membagi antara shalat dhuha dengan senam atau olahraga pagi sekaligus, tentunya sangat ideal dan bagus sekali,” tegasnya.


Beberapa pengalaman
Ustadz Arifin llham
            Ustadz Muhammad Arifin Ilham rutin melakukan shlalt dhuha. Shalat sunah itu sudah mulai dia laksanakan sejak duduk di kelas dua Madrasah Tsanawiah (setingkat SMP) di pondok pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta.
            Sampai saat ini, Arifin ilham hampir tidak pernah meninggalkan shalat tersebut.tidak perduli dimana berada dan tidak perduli kemana pergi, shalat dhuha selalu menyertainya. Bahkan di bandrapun selalu disempatkan untuk menjalankan shalat sunnah ini.
            “Shalat dhuha dua rekaat lebih baik dari pada dunia dan seluruh isinya,” kata Ustadz Arifin Ilham mengutip hadis Rasullullah Saw. Karena itulah dia tidak pernah meninggalkan shalat dhuha. Bukan itu saja, dia juga selalu mengajak jamaahnya untuk mengikuti kebiasaannya yang tak lain juga jebiasaan dari Rasullullah Saw.
            Dari pengalaman orang lain, Arifin menceritakan memiliki delapan sahabat yang rutin menjalankan shalat dhuha. Kini, kata ustadz yang terkenal lewat dzikirnya itu, mereka semua menjadi orang-orang yang sukses di berbagai bidabg masing-masing.

Siti Fajriah
Deputi Gubernur BI
            “Saya berangkat dari rumah sudah dalam keadaan berwudhu. Sampai di kantor langsung shalat dhuha. Baru kemudian bekerja,” ungkap perempuan ke;ahiran Temanggung, 1951 tersebut.
            Baginya shalat dhuha merupakan bagian dari rutu=initas yang selalu menyertai kegiatan di kala pagi hari. Shalat dhuha hampir tidak pernah lepas. Bahkan ketika tugas ke luar kota pun, selalu di usahakan untuk menjalankan shalat dhuha.
            Manfaat yang diperoleh, menurut Fajriah diantaranya ketenangan dalam hidup. Selain itu sering di anugrahi kenaikan pangkat yang tidak terduga, termasuk ketika pada 2006 silam dianggat menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia.
            Sselain rutin mengamalkan shalat dhuha, Siti Fajriah juga hampir tidak pernah ketinggalan melakukan shalat tahajud. Gabungan kedua shalat sunnah tersebut sangat dirasakan manfaatnya oleh Siti Fajriah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar