Rahasia Kekuatan Shalat Dhuha
Rahasia kekuatan shalat dhuha
A
|
llah
SWT setiap kali memerintahkan ibadah terhadap hambanya,tentu selalu
mengandung manfaat yang luar biasa.Terlebih bagi manusia, sebagai pelaku
utama yang di muliakan Allah SWT,dibanding hamba yang
lainnya.Sayangnya, rahasia dibalik ibadah tersebut tidak banyak disadari
setiap muslim. Kecuali hanya sebagian kecil orang.Karena kedekatan dan
ketundukan hatinya kepada Allah SWT. Yang dapat mengetahui dan merasakan
manfaat dari ibadah tersebut.Dan memang di antara kita (manusia) ini
hanya diberi sedikit penetahuan tentang manfaat dari ibadah itu,terutama
pahala yang berlipat ganda bagi yang mengamalkannya.
Untuk mengetahui manfaat dari suatu ibadah, manusia diperintahkan untuk
melaukan kajian atau penelaahan yang mendalam tentang kebaikan-kebaikan
tentang ibadah tersebut bagi diri dan orang lain maupan lingkungannya.
Di antara yang masih sedikit yang di ungkap dan ditelaah di balik
perintah ibadah tersebut adalah, kekuatan ibadah sha;at dhuha. Di
antaranya, dari segi amalan sunah yang dilakukan secara rutin dan ajeg
dapat berimplikasi terhadap ketenangan jiwa bagi pengamal maupun
kemudahan di dalam berusaha.
Ibadah shalat dhuha meskipun berstatus sunah,tetepi memiliki waktu
khusus. Apabila dilakukan secara ajeg dan ikhlas,insya Allah akan
memberikan kemudahan dalam berusaha dan mendatangkan rejeki, baik secara
langsung maupun tidak langsung (tidak disangka-sangka).
Hakikat shalat dhuha
S
|
halat
dhuha sesungguhnya tak berbeda dengan shalat-shalat lainnya,terutama
shalat wajib yang lima waktu,esensi shalat lepas pagi menjelang siang
ini juga tidak berbeda dengan shalat lainnya.Esensi tersebut dijelaskan
syeh musthofa masyhur dalam bukunya “Berjumpa Allah Lewat Shalat”,
menunjuk shalat sebagai tiang penyangga yan sekaligus siri islam dan
jugapembeda antara si kafir dan si muslim.” Shalat merupakan syarat
tercapainya keselamatan dan penyangga iman seseorang. Ia juga sebagai
penghubung antara hamba dan Rabb-Nya. Shalat adalah penyejuk mata dan
pelipur hati.
Lebih jauh Syekh Musthofa Masyhur menyatakan, bahwa shalat pada
hakikatnya merupakan sarana terbaik untuk mendidik jiwa dan
memperbaharui semangat dan sekaligus sebagai penyucian akhlq. “Shalat
itu membersihkan jiwa dan menyucikan sifat buruk, khususnya sifat-sifat
yang dapat mengalahkan cara hidu[ materialistis, sehingga menjadikan
dunia itu lebih penting dari segala-galanya, mengkomersilkan ilmu mereka
dan mencampakan rohaniahnya.”
Pengalaman empierik dalam hal shalat yang dilakukan dengan ikhlas ini
pernah di urai pimpinan sekaligus pengurus ponpes Al-Muslimun, Jember,
KH Mujamil Hasba.Dalam suatu kesempatan diskusi kecil dengan penulis,
Kyai yang otodidak dan penemu sekaligus perkit teropong bintang dari
peralatan pelastik (paralon) rongsokan ini mengatakan, bahwa shalat yang
di perintahkan Allah SWT sebagai pencegah perbuatan keji dan mungkar
itu hendaknya dilakukan dengan ikhlas. Bukan karena terpaksa atau
sekedar menggugurkan kewajiban.
Ia memprihatinkan terhadap orang yang shalat ( entah dengan
sungguh-sungguh atau dengan pura-pura ), tapi dalam perilaku
kesehariannya masih beum mencerminkan sebagaimana yang diperintahkan
Allah SWT tersebut. Tanda-tanda seorang yang taat melakukan shalat itu,
kata Mujamil, tergambar pada warna aura yang terpancar dari tubuhnya
yang tampak bersinar putih kebiru-biruan. Sebaliknya, bagi mereka yang
shalatnya tidak ikhlas, warna auranya kehitam-hitaman.
Perihal shalat dhuha, kini yang selalu tampil bersahaja ini
menjelaskan, bahwa pada hakikatnya tidak ada perbedaan dengan
shalat-shalat lain. Hanya saja, bahwa setiap anjuran maupun larangan
yang diberikan Allah SWT kepada hambanya termasuk shalat dhuha di
dalamnya, bisa dipastikan ada rahasia Allah SWT yang sangat berharga
pada hambanya. Hanya saja, pegetahuan yang ada pada manusia tentang itu
sangat terbatas.
Seakan mempertegas uraian KH Mujamil Hasba, Prof.T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy dalam bukunya “Pedoman Shalat” menjelaskan esensi Shalat
(shalat apa pun, wwjib atau sunah) itu bahwa selain ikhlas juga
khusyuk. “ikhlas dan khusyuk adalah merupakan jiwa shalat.”
Adapun mendirikan shalat itu ialah, mewujudkan jiwa shalat dan
hakikatnya dalam rupa tubuh yang lahir. Karena itu, wajib bagi kita
mewujudkan kekhusyukan yang menjadi jiwa shalat itu sebagai mana
kewajiban kita melaksanakan shalat yang lahir dengan sebaik-baiknya.
“kedudukan khusyuk dan ikhlas dalam shalat adalah stamsil kedudukan ruh
(jiwa) dalam sesuatu tubuh”
Lebih jauh Hasbi Ash-shiddieqy menjelaskan,amalan badan seperti
tenang,sedang amalan hati sama dengan takut. Sehingga menurut
pentahqiqan, “ khusyuk ini adalah amalan hati,yakni suatu keadaan
(kelakuan) yang mempengaruhi jiwa, lahir membekas pada angggota seperti
tenag dan menundukan diri.”
Dalam hal ini Ia mengutip hadis Nabi Saw yang si riwayatkan
Al-Hakim,At-Turmudzi dari Abu Hurairah sebagaimana di sebutkan dalam
“Al-Jamius Shaaghier” Jilid II, halaman 108, yang berbunyi :
“Laukhosya’a qalbu haadzarrajuli lakhosya’at jawaarihuhu” (sekiranya
khusyuk hati jiwa orang ini,tentulah khusyuk segala anggotanya).
Tegasnya, bahwa khusyuk itu ialah, “Al ikhtibaatu watathaamunulqalbi
waljawaarihi lillahi ta’aalaa” (tunduk dan tawadlu serta berketenangan
hati dan segala anggota tubuh kepada Allah SWT).
Bahkan khusyuk dalam shalat itu, merupakan wajib. Karena syarat syahnya
shalat adalah khusyuk. Bukan yang disunnahkan seperti dikatakan
sebagian orang. Dalil yang menunjuk pada yang demikian itu, antara lain :
“Wa aqimish shalaata lidzikrii” (artinya : “Dirikanlah olehmu akan
shalat untuk mengingatkan daku” Q.S>20 Thaha : 14)
Perintah khusyuk dalam shalat ini tegas sekali. Kebalikannya adalah,
lalai. Sehingga, orang yang lalai dalam shalat tentulah ia tidak akan
mengingat akan kehadiran atau perjumpaan dengan Allah. Orang yang lalai
atau yang ingatannya penuh dengan berbagai macam aktivitas lain, bisa
dipastikan ia tidak mengetahui apa yang di ucapkan.
Saking pentingnya khusyuk dalam shalat ini, para ulama salaf seperti
Ats-Tsaury dalam syarah Ihya’ 2 : 115, sebagai mana sikutip Hasby
Ash-Shiddieqy (pedoman shalat, halaman 83) menyebut, “Manlam yahsya’
fasadat shalatuhu” ( Barang siapa yang tidak khusyu dalam shalatnya,
maka rusaklah shalatnya). Demikianlah halnya Al-Hasan Al-Bishry
menyebutnya, “Kullu shalaatin laayadhuru fiihaalqalbufahua
ilaal’uquubati asra’u” (Tiap-tiap shalat yang tidak hadir hati di
dalamnya, maka orang yang bershalat itu lebih cepat memperoleh siksa).
Itu sebabnya, bila esensi setiap shalat, baik wajib maupun sunnah
seperti itu, maka tidak ada bedanya esensi antara shalat dhuhadengan
shalat-shalat lainnya. Itulah sebabnya, untuk memahaminya lebih jauh,
ada baiknya kita membedah seputar shalat dhuha ini.
Dalam banyak buku fikih,ketika membahas tentang shalat dhuha, para
ulama acap menunjuk keutamaan-keutamaan bagi orang yang mengamalkannya.
Slalah satunya, seperti dikutip oleh Imam Abu Zakaria Yahya Bin Syaraf
Annawawy dalam kitabnya “Riadhus Shalihin” Jilid II yang di alih
bahasakanoleh ustadz H. Salim Bahreisj, cetakan ke-10, Al- Ma’Arif,
empat hadis tentang keutamaan shalat dhuha dari hadis yang si riwayatkan
Bukhari-Muslim dan Muslim, misalnya seperti :
1) “An
Abi Hurairah r.a qaala : aushaani khaliili Saw bishiyaami tsalatsati
ayyaamin minkulli syahrin warak’atidhdhuha waan utira qalba an arqud”
(Dari Abu Hurairah r.a berkata : Kekasihku Rasulullah Saw berpesan
kepada saya supaya berpuasa tiga hari setiap bulan, dan shalat dua
rekaat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur) Hadis riwayat
Bukhari-Muslim.
2) Dari
Abu Dzar r.a berkata : Bersabda Rasulullah Saw. : Pada tiap pagi ada
kewajiban tiap-tiap persendian bersedekah. Dan tiap tasbih, itu sedekah,
dan tiap tahlil (Laa Ilaaha Illallaah) sedekah, dan tiap tahmid itu
sedekah, dan tiap takbir itu sedekah, dan menanjurkan kebaikan itu
sedekah,dan cukup menggantikan semua itu sua rekaat sunnat dhuha. H.R.
Muslim.
Lebih
jauh Imam Abu Zakaria Yahya bin syaraf Annawawy menjelaskan, bahwa di
dalam tubuh orang itu ada tiga ratus enam puluh ruas (rosrosan) dan
sedekah untuk tiap ruas itu diharuskan, dan sedekah ialah tiap amal
perbuatan yang berupa bantuan dan pertolongankepada manusia dalam
berbagai bentuk dan cara dengan uang, nasihat, dan sebagainya.
3) Dari
Aisyah r.a. : Adalah Rasulullah Saw. Shalat dhuha empat rakaat dan
kadang-kadang melebihi dari itu sekehendaknya. H.R. Muslim.
4) Dari
Umi Hani’ (Fakhitah) binti Abi Tholib r.a. berkata : Ketika tahun Fatah
(yaitu ketika pengambilan kembali kekuasaan Kota Makkah) saya pergi
akan menemui Rasullulah Saw. Mendadak saya menjumpainya sedang mandi,
dan ketika selesai mandi ia shalat dhuha delapan rekaat. H.R. Bukhari –
Muslim.
Prof. Dr. H. Imam Muchlas, MA, dosen pascasarjana IAIN Sunan
Ampel Surabaya menjelaskan, bahwa dalam amalan ibadah shalat ini Nabi
Muhammad Saw dalam setiap harinya mengamalkan shalat wajib dan
shalat-shalat sunnah lainnya yang kalau di total jumlah rekaatnya
mencapai 58 sampai 60 rekaat.
Jumlah rekaat itu mencapai 17 rakaat shalat wajib lima waktu, 13 rakaat
shalat malam ( 11 rakaat shalat tahajjud 2 rakaat bakda wudlu ), 18
atau 20 rakaat shalat sunnah rawatib dan 8 rakaat dhuha.
“ Itu belum termasuk shalat-shalat sunah lainnya yang terkadang di
lakukan Nabi Muhammad Saw semisal shalat tasbih,” ungkap Imam Muchlas
yang kini aktif sebagai Pembina Bidang Tarjih dan Tabligh Pengurus
Wilayah Muhamadiah Jawa Timurdan pernah di minta oleh Prof. Dr. Mohammad
Sholeh untuk menjadi dosen pembimbing dalam menyelesaikan disertasi
tentang “ Shalat Tahajjud.”
Menurut imam muchlas, bahwa esensi dari amal ibadah shalat itu besar
sekali hikmahnya dan diri sang pelaku maupun bagi orang lain dan
lingkungan sekitarnya. Artinya, bahwa seseorang yang mendirikan
shalatsengan benar dan mau meresapi maknanya, tentu saja segala gerak
gerik perilakunya setiap hari akan selalu terkontrol dan tidak mudah
sembarangan melanggar rambu-rambu yang di larang agama. “Perilaku yang
demikian ini merupakan esensi dari perintah mendirikan shalat.”
Mengenai shalat dhuha, Imam Muchlas menyebut, tidak berbeda jauh dengan
shalat sunnah lainnya. Kendati di dalam al-Qur’an disebut tidak
sebanyak shalat sunah tahajud (qiyamul laili), namun nama dhuha ini di
abadikan Allah SWT pada surat ke-93 (adh-dhuha).
Kebiasaan ayat atau awal surat yang didahului dengan kalimat “wau
qhasam” yang bermakna “sumpah demi Allah SWT” itu, sebagian mufassirin
menafsiri ada rahasia Allah si balik yang di perintahkan kepada manusia.
Hanya saja, karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan manusia, sehingga
sedikit sekali yang mampu menangkap rahasia Allah itu.
Tantangan dalam Mengamalkan
K
|
eutamaan
berikut kekuatan dan kedahsyatan shalat dhuha bila mau mengamalkannya
secara rutin, sesungguhnya sudah si akui banyak kalangan. Akan tetapi,
ternyata masih sedikit di antara kita yang bersedia meluangkan waktu
sejenak untuk secara rutin menjalankannya, kendati banyak bermanfaat dan
kehebatan yang di luar nalar sehat manusia. Problemnya adalah, karena
sebegitu besarnya hambatan dan halangan yang di buat oleh setan dan
iblis yang memang memahami akan manfaat besar dan kehebatan dari shalat
dhuha.
Dibanding shalat tahajjud, sejatinya pengamalan shalat dhuha jauh lebih
mudah dan ringan, terutama dari sisi tantangan waktu dan kesempatan.
Waktu dan kesempatan mengamalkan shalat tahajjud memang cukup berat,
dilakukan pada sepertiga malam yang laximnya merupakan waktu kebanyakan
orang tidur pulas. Sedang waktu dan kesempatan pada shalat dhuha relatif
lebih ringan. Suasana kantuk dan lelah akibat kecapaian seharian
bekerja di siang hari sudah sirna setelah istirahat tidur cukup pada
malam hari. Sehingga, sepertinya kurang cukup alasan untuk tidak
mengamalkan shalat dhuha.
Memang, pelan tapi pasti, setan dan iblis laknatullah itu selalu
berusaha semaksimal mungkin memperdayai manusia, agar melalaikan ibadah
sunnah shalat dhuha yang satu ini. Tampaknya, usah setan dan iblis di
masa sekarang sudah menampakan hasil. Orang lebih membudayakan joging
atau senam pagi, jalan sehat, sepeda sehat dan segala macam olahraga
pagi hari.
Dalilnya memang sangat nalar, karena udara oagi sehat bagi tubuh
manusia. Sedang matahari ketika naik sepanggalah (dhuha) juga mengandun
sinar UV yang sangat bermanfaat bagi kesehatan jasmani. Sehingga,
karena waktu senam atau olahraga pagi yang semacam itu beriringan
dengan jam-jam kantor (baik pemerintah maupun swasta), maka ibadah
shalat dhuha bida menjadi kurang begitu penting di banding senam pagi
atau olahraga pagi itu.
Adalah ideal sekali, sekiranya bisa memadukan sekaligus membudayakan di
masyarakat antara olahraga pagi yang sngat bermanfaat bagi kesehatan
jasmani sengan olahraga batiniah shalat dhuha yang sangat berguna bagi
kesehatan rohani. Artinya, olahraga pagi dapat di jalankan, melaksanakan
shalat dhuha tidak sampai di nafikan.
Sejatinya, bisa saja dicermati dengan seksama bahwa di dalam
gerak-gerak shalat itu (dari takbiratul ihram sampai salam) sudah
terkandung di dalamnya gerakan olahraga. Dengan catatan, dalam setiap
gerakan di lakukan dengan semprna dan tumaknina (tidak tergesa-gesa dan
berurutan), serta tentunya di barengi dengan ikhlas dan khusyuk.
Sehingga gerakan kejernihan jiwa dan gerakan jasmaniah menyatu.
Coba perhatikan sekaligus bandingkan, bila olahraga pagi membutuhkan
gerakan-gerakan selama 30 menit, kemudian gerakan shalat dhuha 8 sampai
12 rekaat (sudah termasuk wirid dan do’a didalamnya) juga membutuhkan
waktu kurang lebuh selama 30 menit, maka secara lahiriah nilainya akan
sama masing-masing 30 menit. Tapi secara batiniah, gerakan shalat dhuha
memiliki manfaat ganda, geerakan olahraga fisik sekaligus gerakan
batiniyah/ rohani yang (insya Allah) dijamin mendapat pahala surga.
Soal jaminan syurga ini bisa di simak sabda rasulullah Saw : “ Man
sholladh dhuha istnata ‘asyrota rak’atan banallahulahuqasran fil janati”
(barabng siapa mengerjakan shalat dhuha sebanyak duabelas rakaat, maka
Allah SWT akan membangun gedung baginya di surga.
Memang, shalat dhuha tergolong amalan sunnah, bila di amalkan mendapat
ganjaran pahala tidak di amalkan tidak berdosa. Kendati demikian,
alangkah sayangnya bila di antara kita bersusah payah (bahkan secara
rutin) meluangkan waktu dan kesempatan bisa berolahraga pagi, akan
tetapi enggan untuk mengamalkan shalat dhuha.
Landasan ibadah
1. Hadis
nabi yang di riwayatkan oleh bukhori-Mislim yang bersumber dari Abu
Hurairah r.a., ia berkata “ telah berwasiat kepadaku orang yang dikasihi
(yaitu) Rasulullah Saw dengan wasiat tiga perkara : berpuasa tiga hari
pada tiap bulan, shalat dhuha dua rekaat,dan di anjurkan supaya shalat
witir sebelum tidur.
2. Hadis
nabi yang diriwayatkan oleh Zaid bin Arkam r.a. : “ sesungguhnya aku
melihat orang-orang shalat dhuha, maka ia berkata : Ingatlah,
sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa shalat itu di lain saat ini
lebih utama. Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : Shalat dhuha itu
_shalatul awabin _ shalat orang yang kembali kepada Allah, setelah
orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu oada waktu anak-anak
unta mulai bangun karena panas tempat berbaringnya.
Adapun
mengenai jumlah rekaatnya , paling sedikit 2 rekaat dan paling banyak
12 rekaat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw : ” barang siapa mengerjakan
shalat dhuha sebanyak duabelas rekaat, Maka Allah akan membangunkan
gedung baginya di surga.
Dhuha, Kesehatan, dan Kemudahan Rezki
K
|
eterkaitan
ibadah shalat dhuha dengan di (mudahkannya) mendapatkan.
rizki,sejatinya sudah banyak di yakini banyak orang. Tapi agaknya, masih
sedikit yang mencermatinya dari tinjauan medis kesehatan. Padahal, jika
dilihat dari pelaksanaan waktu shalat dhuha yang di mulai sejak
matahari naik sepenggalah sampaimatahari tergelincir menjelang waktu
dzuhur, maka hal itu baik sekali bagi kesehatan badan.
Menurut
penelitian para pakar kesehatan, bahwa sinar matahari pagi hingga
menjelang siang itu terkandung sinar UV ( ultraviolet ) yang manfaatnya
berguna sekali bagi kesehatan otot-otot dan tulang manusia. Itulah
sebabnya, kemudian banyak orang yang berminat dengan senam atau olahraga
di pagi hari sampai menjelang siang tersebut. Bahkan sekarang, di
beberapa instansi (pemerintah maupun swasta) dan perkumpulan masyarakat
yang berkeranjingan membudayakan senam dan olahraga pagi itu.
Dari sini pula, lalu berkembang pertanyaan: apa kaitan shalat dhuha
dengan olahraga pagi? Apakan shalat dhuha yang di olahragakan atau
sebaliknya olahraga yang di dhuha kan? Kemudian bagaimana dengan
kemudahan mendapatkan rizkisebagai implikasi dari amalan shalat dhuha
itu?
Sejauh ini, bahwa penelitian terhadap amalan shalat dhuha yang
berimplikasi bagi kesehatan tubuh manusia memang belum di temukan
penelitian ilmiah sedetail dalam penelitian shalat tahajud. Penelitian
ilmiah dalam shalat tahajud sebagai mana di laki=ukan oleh dosen
Fakultas Tarbiyah IAIN sunan ampel surabaya Prof.Dr. Mmohhamad sholeh
yang kemudian di yakini mampu mengobati atau mengurangidari bahaya
berbagai penyakit, terutama kanker, memang sudah teruji secara ilmiah.
Tetapi, Prof.Dr.H. Imam Muchlas, MA yang pernah di minta untuk menjadi
pembimbing tesis oleh Prof.Dr. Mohhamad sholeh meyakini, bahwa amalan
shalat dhuha (termasuk shalat-shalat lain) tentu memiliki rahasia
masing-masing yang di berikan oleh Alloh SWT kepada setiap hambanya yang
setia mengamalkannya.
Bila dicermati hadis riwayat Muslim di atas yang menyebut, bahwa shalat
dhuha ( shalatul awwabin) adalah, shalat orang yang kembali kepada
Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada
waktu anak-anak unta bangun karena mulai panas tempat berbaringnya,
sementara menurut Imam muchlas, mengandung rahasia Allah SWT yang patut
ditaati oleh manusia.
Mengapa sampai di sebut “ setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk
bekerja”? Karena, kata Imam Muchlas, pada waktu dhuha itu walaupun
kelihatanya sepele, tapi kenyataan yang terjadi memang merupakan
waktunya orang sibuk bekerjasesuai dengan bidangnya masing-masn-ing.
Namun, katanya lagi, kalau di antara kita sadar dan bersedia meluangkan
sebagian saja sekitar sedikitnya 10 menit sampai lamanya 30 menit untuk
melaksanakan shalat dhuha, tentu sangatlah bisa.
Ia kemudian membanding-banding dengan aktivitas senam dan olahraga pagi
yang sekalipun setengah di paksa bisa dilaksanakan, mengapa dengan
shalat dhuha yang sudah dijamin banyak manfaatnya, (termasuk di jamin
oleh Allah SWT akan membangunkan gedung di surga nanti), masih tidak mau
mengamalkannya?” kalau bisa membagi antara shalat dhuha dengan senam
atau olahraga pagi sekaligus, tentunya sangat ideal dan bagus sekali,”
tegasnya.
Beberapa pengalaman
Ustadz Arifin llham
Ustadz Muhammad Arifin Ilham rutin melakukan shlalt dhuha. Shalat sunah
itu sudah mulai dia laksanakan sejak duduk di kelas dua Madrasah
Tsanawiah (setingkat SMP) di pondok pesantren Darunnajah Ulujami
Jakarta.
Sampai saat ini, Arifin ilham hampir tidak pernah meninggalkan shalat
tersebut.tidak perduli dimana berada dan tidak perduli kemana pergi,
shalat dhuha selalu menyertainya. Bahkan di bandrapun selalu disempatkan
untuk menjalankan shalat sunnah ini.
“Shalat dhuha dua rekaat lebih baik dari pada dunia dan seluruh
isinya,” kata Ustadz Arifin Ilham mengutip hadis Rasullullah Saw. Karena
itulah dia tidak pernah meninggalkan shalat dhuha. Bukan itu saja, dia
juga selalu mengajak jamaahnya untuk mengikuti kebiasaannya yang tak
lain juga jebiasaan dari Rasullullah Saw.
Dari pengalaman orang lain, Arifin menceritakan memiliki delapan
sahabat yang rutin menjalankan shalat dhuha. Kini, kata ustadz yang
terkenal lewat dzikirnya itu, mereka semua menjadi orang-orang yang
sukses di berbagai bidabg masing-masing.
Siti Fajriah
Deputi Gubernur BI
“Saya berangkat dari rumah sudah dalam keadaan berwudhu. Sampai di
kantor langsung shalat dhuha. Baru kemudian bekerja,” ungkap perempuan
ke;ahiran Temanggung, 1951 tersebut.
Baginya shalat dhuha merupakan bagian dari rutu=initas yang selalu
menyertai kegiatan di kala pagi hari. Shalat dhuha hampir tidak pernah
lepas. Bahkan ketika tugas ke luar kota pun, selalu di usahakan untuk
menjalankan shalat dhuha.
Manfaat yang diperoleh, menurut Fajriah diantaranya ketenangan dalam
hidup. Selain itu sering di anugrahi kenaikan pangkat yang tidak
terduga, termasuk ketika pada 2006 silam dianggat menjadi Deputi
Gubernur Bank Indonesia.
Sselain rutin mengamalkan shalat dhuha, Siti Fajriah juga hampir tidak
pernah ketinggalan melakukan shalat tahajud. Gabungan kedua shalat
sunnah tersebut sangat dirasakan manfaatnya oleh Siti Fajriah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar